Jakarta, Transnews.co.id – Naturalisasi yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merujuk pada pembangunan fisik yang menggunakan material bersifat alami dan ramah lingkungan.
Proses pelaksanaannya pun dilakukan secara “manusiawi”.
Hal ini termuat dalam surat tertulis Gubernur DKI kepada Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane pada 27 Agustus 2018 lalu.
Selanjutnya, terbit Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.
Pemahaman lain soal naturalisasi yang mirip dengan isi Pergub di atas disebut dalam paper “Urban Naturalization in Canada, A Policy and Guidebook” (Evergreen, 2001).
Naturalisasi merupakan proses restorasi ekologis untuk mengembalikan situs yang telah berubah atau rusak pada kondisi yang lebih alami.
Upaya ini melalui penggunaan pohon, semak, dan bunga yang sebelumnya pernah tumbuh di daerah tersebut.
Sejalan dengan itu, pengamat tata kota Nirwono mengatakan, naturalisasi merupakan metode penataan bantaran sungai yang lebih ramah lingkungan.
Sungai diperlebar dengan mengikuti bentuk alur sungai yang berkelok.
Alih-alih melakukan pembetonan, naturalisasi mewajibkan untuk penanaman lebih banyak pohon di bantaran sungai.
Selain untuk menyerap lebih banyak air, penanaman pohon juga bertujuan untuk mempertahankan ekosistem sungai.
“Nah dengan kelokan tadi, kecepatan air semakin pelan. Jalur hijau (yang dibuat di sepanjang sungai) membuat air lebih cepat diserap, jadi secara alami air masuk ke dalam tanah,” kata Nirwono.