Menurut Restu, Tidak seperti drone fixed wing biasa, drone VTOL sangat mudah dioperasikan karena kemampuan pilot hanya sebatas menjaga pesawat saat otomatis lepas landas dan pendaratan. Dengan metode lepas landas dan pendaratan secara vertikal, resiko tabrakan pun menjadi sangat kecil.
Drone VTOL ini juga dilengkapi dengan kamera termal yang berfungsi untuk mendeteksi api yang muncul, baik di permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Alat ini dapat mendeteksi munculnya api di permukaan tanah hanya melalui asap. Selain itu, dapat mendeteksi perbedaan temperatur lahan gambut dan juga dapat mendeteksi api yang berada di lapisan bawah tanah.
“Kemunculan teknologi VTOL termal ini menjadi solusi yang sangat baik dalam menjawab kekurangan dari (drone) fixed wing. VTOL yang kami gunakan untuk pelatihan ini adalah yang pertama digunakan di Kalimantan Tengah, diharapkan teknologi ini dapat digunakan bersama untuk studi kebencanaan dan geospasial melalui drone center yang diinisiasi bersama CIMTROP (Centre for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland) dan UPR,” ungkap Restu.
Dengan kamera termal, pilot VTOL ini dapat dengan mudah mendeteksi api di jangkauan pesawat yang cukup luas. Mereka juga bisa melihat kawasan mana saja yang temperaturnya mulai kering sehingga bisa diintervensi sebelum terjadi kebakaran.
Di tempat yang berbeda, mitra BNF Indonesia dan juga peneliti terkait penginderaan dekat dengan drone di CIMTROP UPR, Petris Perkasa S.T., M.T. mengungkapkan bahwa VTOL dapat bermanfaat dalam penelitian, mengetahui tutupan lahan terbaru, kondisi tanah dan air, mengetahui kondisi hutan dan satwa liar.