“Mari kita hilangkan istilah pekerjaan white collar dan blue collar. Bahwa setiap lulusan hari ini akan siap bekerja. Apa saja selama itu halal untuk bisa tentunya menjadi insan yang produktif di tengah masa perubahan ini. Jangan batasi diri dengan ijazah, jangan merasa terlalu gengsi untuk berkreasi, berbisnis, karena tidak ada ide yang buruk,” katanya.
“Jemput peluang apa pun yang ada disana. Laksanakan sebaik-baiknya. Insyaallah kalau kita profesional jalur kita akan selalu ke atas,” imbuhnya.
Menurutnya, saat ini para sarjana dituntut untuk mampu berpikir kritis dalam menganalisa sebuah permasalahan. Sehingga para sarjana harus siap belajar hal-hal baru yang belum tentu sesuai dengan gelar akademisnya.
Sehingga seorang sarjana harus punya pola pikir sangat relevan dalam mencerna berbagai persoalan. Apalagi hari ini ada artificial intelligence atau ada kecerdasan buatan. Maka satu skill yang tidak mungkin digantikan oleh teknologi adalah komunikasi interpersonal yakni empati dan kreativitas.
“Ya bukan berarti yang jurusan ekonomi tiba-tiba suruh jadi ilmuwan nuklir bukan sejauh itu. Tetapi misalnya dari ekonomi mungkin harus paham mengenai teknologi pertanian kalau dia akan bergerak di industri Agro misalnya atau agrobisnis,” katanya.
Di akhir, ia menyampaikan, selamat kepada para wisudawan wisudawati yang telah menyelesaikan pendidikan sarjananya. Menurutnya saat ini adalah waktunya untuk berkiprah di tengah masyarakat. Dan saatnya untuk masuk ke dunia nyata memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara yang kita cintai.