ADA yang menarik saat diskusi pada pemberian materi “Rambu Pemberitaan”. Wartawan sering gunakan “jaket” kepentingan publik.
Status wartawan sebenarnya sebagai pejabat publik atau pelayanan publik sehingga mendapat imunitas dengan Hak Tolak pada UU Pers.
Pasal 4 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan, “Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum wartawan memiliki Hak Tolak.”
Hak Tolak ini sering dikaitkan dengan Pasal 322 KUHP yang berbunyi, “Pasal 322 ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia, yang menurut jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan menyimpannya, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 9.000,-.
Jadi wartawan itu jabatan atau pekerjaan yang diwajibkan memegang rahasia, dalam kaitan dengan Hak Tolak adalah merahasiakan nama narasumber tertutupnya.
Ada ancaman sembilan bulan penjara bagi wartawan yang membuka rahasia atau identitas narasumber tertutupnya bila diadukan oleh orang yang dibuka identitasnya.
Wartawan dan Gratifikasi
Pertanyaan berikutnya adalah apakah wartawan menjadi objek gratifikasi ? Kan wartawan bukan pejabat publik tetapi orang yang melakukan pelayanan publik.
Prof. Eddy OS Hiariej, ahli hukum pidana yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM pada tayangan Melek Hukum Kompas TV menyatakan profesi yang melayani kepentingan umum termasuk objek gratifikasi.
Guru Besar Fakultas Hukum UGM, menyebut profesional dokter meski bukan pejabat publik tetapi karena melayani kepentingan publik tidak boleh menerima gratifikasi.