EWS Radio Broadcaster adalah peralatan lama yang merupakan moda diseminasi secara verbal dan berbasis pada gelombang radio biasa. Pegiat kebencanaan Radio Antar-Penduduk Indonesia (RAPI), dan Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) bergabung dalam jaringan EWS Radio Broadcaster tersebut.
‘’Ini untuk antisipasi adanya kerusakan komunikasi seluler pascagempa,” imbuh Dwikorita. Dengan demikian, diseminasi kebencanaan tetap bisa berjalan lewat jalur nondigital.
Ada pun Sirita adalah aplikasi sirine tsunami berbasis android yang dibuat untuk memudahkan dan mempercepat pemerintah menyampaikan perintah evakuasi kepada masyarakat di daerah bencana. Dwikorita menyebut, perancang Sirita itu ialah Setyoajie Prayoedie, Kepala Stasiun Geofisika di Banjarnegara, Jawa Tengah.
‘’Handphone yang menginstal aplikasi Sirita itu akan berbunyi keras seperti bunyi sirine, jika BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi tsunami,’’ ujar Dwikorita. Jadi, kendala tak tersampaikannya peringatan dini pada masyarakat bisa diminimalisir. Peringatan dini dengan sirine HP pun dianggap lebih cepat menjangkau warga karena HP adalah barang pribadi yang selalu ada di dekat pemiliknya.
Sementara itu, Dwikorita juga mengakui, sirine peringatan tsunami yang kini terpasang di pantai-pantai, selain tak terlalu rapat, sebagian juga sering tak berfungsi karena dimakan umur.
“Di era kini, saya yakin hampir semua orang telah memiliki ponsel pintar berbasis android. Paling tidak, dalam satu rumah tangga setidaknya ada satu yang memiliki ponsel pintar, bahkan lebih. Maka, aplikasi ini akan sangat bermanfaat sebagai bentuk peringatan dini evakuasi bagi masyarakat di pesisir pantai,” ujar Dwikorita, seperti dikutip dalam pers rilis BMKG edisi 6 Oktober 2021.